Skip to main content

Sejarah Perkembangan Batik di Indonesia sebagai Warisan Budaya

 

 


Karya seni ini merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang sudah ada sejak dahulu kala. Awalnya, corak batik didominasi oleh motif hewan dan tumbuhan. Namun seiring berjalannya waktu, corak batik semakin berkembang dan melahirkan berbagai motif baru.

Penasaran bagaimana sejarah perkembangan batik di Indonesia

Sejarah Perkembangan Batik di Indonesia

Batik adalah karya seni budaya Nusantara yang dikagumi oleh dunia. Buktinya bisa dilihat dari pengakuan batik oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda atau Intangible Cultural Heritage (ICH) pada 2009 silam.

Mengutip buku Soekarno & Tan Malaka: Negarawan Sejati yang Pernah Diasingkan tulisan Adji Nugroho dan Novi Fuji (2020), kata batik berasal dari bahasa Jawa, yaitu “amba” yang artinya menulis dan kata “titik”. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan malam atau lilin.


Batik sendiri sudah dikenal sejak abad ke-17. Kala itu, motif batik dilukiskan pada sebuah daun lontar dengan motif tanaman, seperti daun dan bunga-bungaan serta motif binatang. Kemudian, malam pun mulai digunakan untuk menggambar batik.

Malam merupakan bahan campuran lilin, lebah, damar, dan lemak hewan. Bahan ini dinilai lebih bagus dibanding bubur beras ketan karena tidak mudah retak. Bahan malam biasanya diaplikasikan pada sebuah kain guna menahan masuknya bahan pewarna.


Berdasarkan informasi dari Super Cerdas Lolos SBMPTN IPC Saintek & Soshum 2019 karya Pakar Tentor, membatik pada mulanya merupakan tradisi turun-temurun.

Karena itulah, beberapa motif dapat mewakili batik dari keluarga tertentu. Tidak hanya mewakili batik keluarga, motif tersebut juga dapat mencerminkan status seseorang.

Sebagian motif batik mendapatkan pengaruh dari negara lain. Di antaranya batik Jlamprang yang diilhami oleh Arab serta India, batik Encim dan Klengenan yang dipengarui peranakan China, hingga batik Hokokai yang tumbuh pesat sejak pendudukan Jepang.

Dahulu, banyak perempuan Jawa yang menjadikan keterampilan membatik sebagai mata pencaharian mereka. Sehingga pada masa lalu, membatik dikenal sebagai pekerjaan eksklusif untuk perempuan.


Kendati demikian, perubahan mulai terjadi sejak globalisasi dan industrialisasi. Teknik batik cap mulai muncul dan berkembang di Nusantara.

Batik cap cenderung lebih murah lantaran proses pembuatannya lebih cepat. Sedangkan batik tulis atau batik tradisional harganya mahal karena proses pembuatannya rumit dan lebih lama.


Sumber: https://kumparan.com/

 

 

Comments

Popular posts from this blog

Tradisi Ruwatan – Ritual Penyucian Dosa Dalam Budaya Masyarakat Demak

  Tradisi Ruwatan  adalah salah satu bentuk upacara atau ritual penyucian yang hingga saat ini tetap dilestarikan oleh masyarakat Demak,  Jawa Tengah. Tradisi ini diberlakukan untuk melestarikan ajaran dari Kanjeng Sunan kalijaga dan digunakan  bagi orang yang  Nandang Sukerta  atau berada dalam dosa. Meruwat bisa berarti mengatasi atau menghindari sesuatu kesusahan bathin dengan cara mengadakan pertunjukan atau ritual. Umumnya ritual tersebut menggunakan media  Wayang Kuli t  yang mengambil tema atau cerita Murwakala. Istilah Ruwat berasal dari istilah  Ngaruati  yang memiliki makna menjaga kesialan Dewa Batara. Upacara Ruwatan biasa dilakukan orang Jawa ketika mengalami kesialan hidup. Sebagai misal adalah anak sedang sakit, anak tunggal yang tidak memiliki adik maupun kakak, terkena sial, jauh jodoh, susah mencari kehidupan dan lain sebagainya. Untuk tahun ii ruwatan akan di laksanakan di Pendopo Notobratan, Kadilangu pada hari Ming...